Graham Bricke turun lewat tangga besi sebuah apartemen. Beberapa langkah setelah papan tangga terakhir, ledakan besar terjadi di lantai atas. Bricke tadi dari sana. Ia baru saja menghabisi sekawanan kriminal seterunya. Ledakan tadi adalah puncaknya. Bricke lantas berjalan keluar kompleks apartemen. Ia melihat banyak orang di jalan raya. Tapi semuanya serba kacau. Ada yang menjarah toko. Ada yang menembak orang di jalan. Ia berjalan hingga ke tepi sungai dan berhenti dekat Jembatan Ambassador, jembatan gantung panjang ala Jembatan Suramadu yang menghubungkan Detroit dengan Ontario, Kanada. Ia melihat pos perbatasan dijaga tentara. Juga menyaksikan warga lokal yang ditembak karena ingin menerobos ke Kanada.
Detroit tempat Bricke berada bukan Detroit masa sekarang. Detroit yang semacam itu, yang diketahui di akhir film, adalah Detroit di tahun 2025. Dan Graham Bricke, yang diperankan Edgar Ramirez, bukanlah orang baik-baik. Ia adalah perampok bank yang ulung. Tak pernah ditangkap. Tapi tak begitu dengan adiknya, Rory Bricke (Daniel Fox), yang beberapa bulan silam menyerahkan diri dan harus masuk penjara 6 bulan. Detroit dan Amerika tahun 2025 juga bukan seperti sekarang. Detroit masa datang itu kacau balau ala Gotham-nya Batman. Tapi pemerintah Amerika masih ada. Dan saat itu, atau tepatnya seminggu lagi, pemerintah akan melaksanakan program American Peace Initiative (API).
API adalah program kontroversial. Banyak pro dan kontra. Lewat program berteknologi tinggi ini pemerintah akan membasmi segala bentuk kejahatan. Kejahatan kerah putih maupun kriminal jalanan. Caranya: pemerintah akan memancarkan gelombang atau sinyal, layaknya sinyal ponsel, yang akan mempengaruhi kerja otak manusia. Sinyal API, sebutannya. Sinyal itu akan membuat orang yang akan melakukan aksi kriminal terganggu otaknya, pusing, dan mengurungkan niat jahatnya. Uji coba sudah dilakukan selama 6 bulan terakhir. Bricke juga sudah merasakannya saat merampok The National Bank di Detroit. Ia dan komplotannya terganggu otaknya dan melarikan diri dengan hanya membawa rampokan 7 juta dolar.
Entah berapa yang mestinya dirampok. Yang pasti mereka jadi tak bisa menyetor uang ke Rossi Dumois (Patrick Bergin), kaisar jagad kriminal Detroit. Saat itu berlaku aturan: setiap pelaku perampokan wajib setor 10 persen ke Dumois. Walhasil ketika didatangi Lonnie French (Brandon Auret), tangan kanan Dumois yang ingin menarik setoran, Bricke bilang perampokan bank gagal. Lonnie percaya. Uang rampokan itu, yang tadinya disembunyikan, akhirnya dibagi-bagi ke anggota komplotan. Tapi mendadak Bricke menerima surat pemberitahuan kalau adiknya bunuh diri di penjara. Bricke sedih. Anggota komplotannya ikut berduka.
Narator film lantas bercerita kalau Johnny Dee (Nathan Lynn), salah seorang anak buah Bricke, berkhianat. Uang 7 juta dollar yang tadi hendak dibagi-bagi dirampas Dumois. Bricke sendiri ditetapkan sebagai orang yang harus dihabisi. Ujung-ujungnya adalah, ya itu tadi, ledakan di apartemen. Orang terakhir yang ditemuinya, dan sudah disirami minyak untuk dibakar, buka mulut dan bilang pengkhianatnya adalah Johnny Dee. Johny dihabisi. Juga anak buah Dumois yang mengintai karavan yang jadi rumah Bricke. Selesailah rentetan adegan yang menampilkan Bricke seperti sosok Bruce Willis di film Die Hard atau Arnold Schwarzenegger di Terminator. Jago tembak dan suka tembak seenaknya.
Bricke didatangi Shelby Dupree (Anna Brewster) saat berada di bar. Mereka sempat bermesraan di toilet. Keluar dari toilet, seorang pria sedang sibuk menanyakan keberadaan Bricke. Bricke menodongnya, tapi pria itu, Kevin Cash (Michael Pitt), tenang-tenang saja. Ia mengaku sebagai teman Rory Bricke di penjara. Rory bukan bunuh diri tapi tewas dipukuli petugas penjara. Ia mengajak Bricke balas dendam. Tapi bukan dengan menghabisi petugas penjara. Ia mengajaknya merampok. Merampok bank? Bukan. Merampok sumber dari segala sumber uang: Percetakan Uang Negara. Ada uang 30 juta dolar yang siap diambil. Kevin –yang ternyata pacar Dupree– mengajak Bricke ke markasnya dan menjelaskan detail rencananya.
Diberi waktu 24 jam untuk memutuskan ikut atau tidak ikut merampok Percetakan Uang Negara, Bricke memanfaatkanya untuk melakukan riset lebih dalam. Setelah beres, ia datang ke Kevin dan Dupree. Ia bilang ia mengambil alih kepemimpinan perampokan dan ia punya rencana baru. Rencana dasar masih sama: membobol menara pemancar sinyal API, membobol Percetakan Uang Negara, dan kabur ke Kanada. Bedanya, targetnya bukan 30 juta dolar tapi 1 miliar dolar. Uang sebanyak itu terdiri dari uang yang baru dicetak dan uang lama yang disetorkan ke Percetakan Uang Negara untuk dimusnahkan. Untuk mewujudkannya, Bricke perlu 3 hal: rekan tambahan; bom EFP (explosively formed penetrator atau bom ranjau anti-tank); dan uang 5 juta dolar. Singkat kata, film ini seolah berubah jadi film Mission Impossible.
Untuk keperluan yang terakhir, uang 5 juta dolar, tak harus asli. Dupree –yang lulusan MIT, jago komputer, dan juga hacker– bisa dan biasa membuat uang aspal. Uang palsu itu, yang dijadikan uang haram, akan dipakai Bricke untuk ditukarkan dengan uang halal. Kebetulan saat itu, sebagai bagian dari program API, sedang berlangsung proyek amnesti atau pemutihan uang haram, baik uang para koruptor maupun penjahat kerah putih lainnya. Yang menangani amnesti juga Percetakan Uang Negara. Bricke datang ke percetakan dan menemui direkturnya, Jack Morgan. Mereka sepakat uang 5 juta dollar Bricke –meski bukan hasil kejahatan kerah putih– bisa dibarter uang halal senilai 350 ribu dollar.
Untuk kebutuhan nomor satu, Bricke punya Ross King (Tamer Burjaq), sahabat setia yang spesialis mengemudikan mobil untuk kabur usai merampok. King juga biasa menyediakan kendaraan untuk keperluan perampokan. Kali ini, King harus menyiapkan kendaraan yang bisa mengangkut uang 1 miliar. Beratnya ditaksir sebesar 3 ton dan perlu ruang angkut 15 kubik. Saat melakukan riset ke lokasi target perampokan, Bricke sudah melihat kendaraan apa yang bisa dipakai: truk sampah yang biasa keluar-masuk membawa uang lama ke tempat pembakaran.
Soal bom EFP, bom langka ini hanya ada di dua tempat. Di gudang Angkatan Darat Amerika atau di rumah kaisar kriminal Detroit Rossi Dumois. Kevin bilang itu urusan gampang. Bricke pun tahu. Ia lantas menyerang Kevin, meringkusnya, dan mengancam akan menjatuhkannya dari lantai atas gedung yang jadi markas Kevin. Bricke bilang ia tahu siapa Kevin. Dia putra Dumois. Ia bertanya apa alasan utama Kevin mengajaknya merampok, padahal ayahnya masih menjadikan Bricke sebagai target pembunuhan. Kevin –yang bergaya slengean– bilang ia ingin membuktikan kepada ayahnya bahwa ia bukan anak tak berguna. Dan yang lebih penting lagi, saat itu adalah momen penting. Minggu depan, dengan berlakunya program API di seluruh Amerika, sudah tidak akan ada lagi tindak kriminal. Ia ingin dicatat sejarah sebagai pelaku tindak kriminal terakhir di hari-hari terakhir saat masih tindak kriminal di Amerika (the last days of American crime).
Saat Bricke dan Kevin pergi ke rumah ayahnya untuk mengambil bom EFP, situasi di Amerika semakin panas menjelang pelaksanaan program API. Televisi memberitakan serangan teroris terjadi di berbagai kota. Demonstran nasionalis pro-API bentrok dengan demonstran anti-fasisme Amerika. Tapi di rumah ayahnya yang berpenjagaan ketat, para kriminal papan atas sedang berpesta. Kevin dan Bricke bertemu dengan Loonie, tangan kanan ayahnya. Loonie ingin menghabisi Bricke, tapi Kevin bilang Bricke adalah tangan kanannya dan untouchable. Kevin sempat menyapa para tamu pesta dan akhirnya bertemu kakak perempuan satu-satunya, putri emas ayahnya. Sang kakak mengantar menemui sang ayah di ruang kerja.
Sebagai anak yang terusir, Kevin terlibat perang mulut dengan ayahnya. Mereka berdua saling menyalahkan sampai akhirnya Kevin melemparkan kapak Indian hiasan dinding ke ayahnya. Sang ayah, yang sudah siaga akan niat buruk anaknya yang tiba-tiba pulang ke rumah, sempat menembak Kevin sebelum akhirnya tumbang. Sang ayah tewas, Kevin hanya terluka. Dengan sidik jari ayahnya, Kevin membuka ruang rahasia berisi aneka persenjataan. Termasuk bom EFP. Kevin menyuruh Bricke mengambil bazooka, sementara ia baku-tembak dengan Loonie dan anak buahnya yang berdatangan. Bricke disuruh menembakkan bazooka ke dinding. Mereka jadi punya jalan keluar untuk melarikan diri. Kevin pun sempat menembak kakaknya.
Meski bosnya sudah tak ada, Loonie tetap memburu Bricke. Ia mendatangi caravan Bricke saat Bricke dan Dupree sedang membicarakan rahasia Dupree. Dupree rupanya diam-diam berkomplot dengan FBI untuk menyerahkan Bricke dan Kevin. Dupree bilang bukan Bricke yang jadi sasaran. FBI hanya ingin meringkus Kevin. Bricke tak akan diusik. Ia terpaksa berkhianat karena ingin menyelamatkan adiknya. Bricke bisa paham karena ia sebenarnya juga sudah memata-matai Dupree saat bersama agen FBI mengantar adiknya menyeberang ke Kanada. Begitu pembicaraan mereka usai, Loonie datang dan langsung membuat pingsan Bricke. Bricke diikat di dalam caravan dan caravannya dibakar. Yang melakukannya tak lain sosok yang di awal film ditinggalkan Bricke di apartemen yang meledak. Ia berhasil lolos, tubuhnya masih dibalut perban, dan kini dapat kesempatan balas dendam.
Ross King datang disaat yang tepat. Ia berhasil mengeluarkan Bricke sebelum caravan meledak. King dan Bricke langsung mengejar Loonie yang membawa lari Dupree. Kejaran-kejaran dengan mobil, saling menembak, dan mobil yang bertabrakan dan terbalik pun jadi adegan selanjutnya. Mobil yang dikemudikan King juga terbalik. Loonie lolos. Bricke mengejar dengan mobil yang dirampas dari orang yang lewat. Bricke akhirnya bisa menemukan Loonie dan mencekiknya dengan tali. Dupree terselamatkan. Sementara Kevin, ketika kembali ke markasnya, mendapati segalanya sudah hangus terbakar. Bricke, Dupree, King, dan Kevin akhirnya bisa berkumpul lagi.
Satu jam menjelang tengah malam, atau satu jam menjelang pelaksanaan program API, tim ”Mission Impossible” berpencar. King bersama Dupree membajak truk sampah pengangkut uang. Dupree kemudian pergi ke markas API Detroit. Ia menemui sahabat lamanya di MIT, Carl Wrightson, yang jadi manager TI di sana. Meski nama Shelby Dupree sempat terdeteksi sebagai buronan polisi, ia tetap dibolehkan masuk. Dengan kata lain, tahap awal membobol markas API sudah sukses. Berpura-pura mesra, Dupree mengikat Wrightson. Ia lantas pergi ke ruang server dan mulai meng-hack program yang dipakai untuk menebar sinyal API. Adapun King pergi ke Percetakan Uang Negara dengan mengemudikan truk sampah. Ia berhasil masuk meski harus melumpuhkan sejumlah penjaga.
Sesuai rencana, Bricke dan Kevin datang ke Percetakan Uang Negara juga. Uang 5 juta dolar sudah disiapkan di bagasi mobil. Karena sudah bikin janji, ia masuk dengan mudah dan transaksi tukar uang berjalan lancar. Petugas keamanan yang menerima tak curiga kalau uang itu uang palsu. Bricke menerima cek 350 ribu dolar dari Jack Morgan dan langsung masuk mobil. Saat itulah Morgan menguji uang dengan cara membakarnya dan tahu uang Bricke adalah uang palsu. Petugas keamanan langsung memberondong mobil Bricke. Bricke tancap gas dan memasukkan mobil ke lift barang yang sudah terbuka, yang semula akan dipakai untuk membawa uang Bricke ke ruang penyimpanan. Kevin turun dari kolong mobil tempatnya bersembunyi dan membalas tembakan. Bricke langsung menutup pintu lift dan mereka otomatis turun ke gudang penyimpanan uang. Morgan tak bisa mencegahnya karena sistem keamanan memang didesain seperti itu, agar orang tak bisa kembali ke lantai atas setelah menyimpan uang. Morgan bilang: ”Kalian memasukkan diri kalian sendiri ke dalam penjara”.
Ketika lift membuka, Bricke dan Kevin hampir tak percaya melihat uang 1 miliar dolar di depan mata. Puas melihat tumpukan uang, saatnya bom EFP beraksi. Bom bukan dipakai untuk masuk ke ruang penyimpanan, tapi untuk keluar. Ada pintu baja besar di seberang ruangan. Pintu itu yang harus dijebol. Kevin sedang menyetel bom EFP ketika pergantian hari terjadi dan sinyal API mulai dipancarkan. Bricke dan Kevin langsung merasa pening kepala. Untunglah, di markas API, Dupree berhasil meng-hack server API. Pancaran sinyal API langsung terhenti. Kevin bisa melanjutkan memasang bom bermagnet di kanan kiri pintu baja. Ketika sudah siap, keduanya cepat lari ke dalam lift. Ledakan besar terdengar. Pintu baja pun hancur. Ternyata tidak. Kalau tank yang menginjak ranjau bom EFP, hanya rantai tank yang putus. Begitu juga dengan sang pintu baja. Hanya kuncinya yang jebol.
Pintu baja akhirnya membuka. Ross King yang mendorongnya dari sisi luar. Mereka segera mengangkut uang 1 miliar dolar dengan forklift ke truk sampah. Morgan dan anak buahnya tak bisa melihat karena Kevin sudah menembak kamera CCTV. Tak ada polisi yang berdatangan untuk membantu Morgan. Soalnya, pada satu jam terakhir itu para polisi sedang menjalankan proses transfer kekuasaan. Mereka memberesi senjata dan segala perlengkapan polisi. Dan mulai detik pertama pelaksanaan program API, polisi resmi dibubarkan. Kelak, urusan kepolisian dijalankan lembaga federal lain yang akan menggunakan sinyal API untuk mengendalikan kriminalitas. Takkan ada lagi kejahatan, tak perlu lagi polisi. Walhasil, Bricke dan kawan-kawan bisa melarikan diri dengan mudah. Mereka tak langsung pergi ke Kanada. Mereka masuk ke sebuah gudang dan memindahkan uang ke sebuah truk gandeng.
Bricke, Kevin, dan King beristirahat sejenak usai memindahkan uang. Kevin mendadak mengambil senjata dan menembak King. Bricke terkejut dan akan membalas. Sayangnya, saat itu para pakar komputer di markas API sudah berhasil memulihkan pemancar sinyal. Bricke pusing kepala lagi, dan Kevin menembak King lagi. Bricke pun akhirnya ditembak juga. Tapi tak langsung tewas. Kevin bercerita kalau sebenarnya ia sudah tak mempan dipengaruhi sinyal API. Sinyal itu tak mempan buat orang sakit jiwa atau psikopat seperti dirinya. Ia lantas mengungkap kebohongannya. Katanya, Rory, adik Bricke, bukan tewas dipukuli petugas penjara. Saat berada di penjara, ia dan Rory diadu berkelahi dalam rangka eksperimen sinyal API. Karena tidak terpengaruh sinyal API, ia berhasil menewaskan adiknya.
Kevin tak ingin cepat-cepat membunuh Bricke. Ia menembak lagi, tapi menembak daun telinga Bricke. Bricke kesakitan. Tapi Bricke kemudian tertawa. Ia bertanya apakah Kevin kebal peluru? Kevin bingung dengan pertanyaan itu. Letusan senapan pun terdengar. Dua agen FBI yang bersepakat dengan Dupree sudah menunggu di dalam gudang. Salah seorang dari mereka menembak Kevin dari mobil yang tersembunyi di kegelapan. Mereka tak ingin meringkus Kevin. Mereka ingin Kevin tamat. Sebuah peluru lagi ditembakkan ke kaki kiri. Satu lagi, ke kaki kanan. Puas bermain-main dengan Kevin, mereka melepaskan peluru ke-empat ke dada Kevin. Kevin tamat sungguhan. Kedua agen FBI keluar mobil dan menghampiri Bricke.
Mereka bilang kasihan melihat Bricke yang tak berdaya terkena sinyal API. Mereka sendiri, sebagai agen FBI, sebagai penegak hukum, sudah diinjeksi alat anti sinyal API. Mereka juga bilang setelah ini akan mendatangi Dupree untuk menutup buku kasus Kevin Cash. Mereka tak akan menepati janji untuk membiarkan Dupree hidup dan berkumpul dengan adiknya di Kanada. Salah seorang agen FBI ingin menghabisi Bricke. Temannya melarang. Bricke akan tewas dengan sendirinya karena lukanya yang parah. Keduanya kembali ke mobil. Bricke ingat kalau ia punya kapsul penangkal sinyal API, yang sempat ia beli di bar dari pengedar narkoba. Meski tahu kapsul itu berefek merusak otak, ia menelannya. Perlahan ia jadi tak terpengaruh sinyal API. Ia bangkit mengambil pistol dan maju ke arah mobil para agen FBI. Bricke menghabiskan semua pelurunya.
Canada : The Land of Freedom
Bricke meninggalkan gudang dengan truk gandeng yang kepala truknya bersosok Optimus Prime. Sementarai itu Dupree ditangkap seorang polisi yang datang karena mendapat laporan ada gangguan keamanan di markas API. Sang polisi, yang banyak muncul di sepanjang film tapi tak jelas apa yang hendak diceritakan dari kehadirannya, menginterogasi Dupree. Dupree mencoba kabur, ditangkap, berkelahi, dan akhirnya sang polisi tewas karena jatuh dan tertancap pecahan kaca. Sadar kalau sinyal API sudah berfungsi lagi, dan batas waktu ”Missioin Impossible” sudah hampir habis, ia pergi lagi ke ruang server dan memasang bom mini. Bom meledak saat ia belum sampai di pintu keluar. Tentara yang menjaga markas mengepungnya hingga ke luar markas. Dupree diperintahkan berhenti. Tentara memberi hitungan mundur. Tepat di angka 1, truk Bricke menghantam mobil di dekat para tentara. Dupree terselamatkan.
Dengan truk gandeng bermuatan uang 1 miliar dolar, Bricke dan Dupree memulai perjalanan ke Kanada. Pengeras suara di sepanjang jalan mengumumkan Jembatan Ambassador ditutup hingga pukul 6 pagi. Tidak ada yang boleh menyeberang perbatasan. Truk berjalan kencang menuju Jembatan Ambassador. Dengan bemper baja di depan, truk menerobos beton blokade di pos penjaga perbatasan Amerika. Peluru yang ditembakkan para tentara penjaga perbatasan seolah tak mempan. Mereka lolos memasuki Jembatan Ambassador. Menjelang ujung jembatan, helikopter Kanada menyuruh truk berhenti. Bricke tak peduli. Truk menerobos blokade di pos perbatasan yang bertuliskan ”Canada : The Land of Freedom.” Peluru kembali tak mempan menembaki truk. Truk lolos masuk wilayah Kanada. Tak ada yang mengejar.
Pagi sudah terang ketika Bricke membawa truknya ke kawasan penuh peti kemas. Truk berhenti pelan. Dupree akhirnya terbangun. Ia menarik nafas lega. Bricke terlihat diam. Dupree membangunkannya. Bricke tak bergerak. Dupree engguncang tubuh Bricke. Bricke sudah tak bernyawa. Dupree segera turun dari truk dan pergi dengan membawa tas besar berisi uang. Tak lama kemudian tentara Kanada mengepung. Tak ada perlawanan, mereka akhirnya memastikan Brick sudah tiada.
Hari berganti. Dupree dan adiknya turun dari mobil menuju sungai. Dupree melarung abu jenazah. Kemasan tabung abu bertuliskan ”Graham Bricke: 1999 – 2025”. ***
Pemeran : Edgar Ramirez, Michael Pitt, Anna Brewster, Sharlto Copley, Jay Anstey, Daniel Fox
Sutradara : Oliver Megaton
Studio : Radical Studios / Mandalay Pictures / Netflix
Rilis : Juni 2020
Durasi : 148 menit (2 jam, 28 menit)