Lupakan Windows, Pindah ke Linux

  • Post category:Komputer
You are currently viewing Lupakan Windows, Pindah ke Linux
Lupakan Windows

Bosan dengan kemunculan warning dari Microsoft untuk meng-upgrade Windows 10 ke Windows 11? Kalau memang PC atau laptop Windows 10 Anda memang bisa diupgrade ke Windows 11, ya silakan lakukan. Kalau tak bisa, atau tak memenuhi syarat, karena misalnya PC tak dilengkapi dengan TPM 2.0, ya berarti sudah saatnya untuk meninggalkan Windows. Lupakan Windows. Ganti Windows dengan sistem operasi (OS – operating system) lain. Ganti dengan OS apa? Setidaknya ada 3 pilihan : Linux, ChomeOs, atau Android.

Memilih OS Pengganti Windows 10

Dari 3 pilihan yang disebut tadi, OS mana yang lebih layak untuk dipilih jadi pengganti Windows 10? Jawabnya simpel saja : Linux. Mengapa tidak pakai ChromeOS, yang buatan Google, atau disupport Google? Karena ChromeOS yang disediakan Google untuk didownload dan diinstall di PC atau laptop bukanlah ChromeOS sungguhan. Yang disediakan Google adalah ChromeOS Flex. ChromeOS Flex ini merupakan ChromeOS yang sudah dipreteli menjadi OS super-minimalis. Jika Anda sempat membayangkan ChromeOS-nya seperti yang bisa dijumpai di laptop Chromebook, Anda salah besar. ChromeOS Flex cuma menyediakan basic OS dan browser Chrome saja. Anda tak bisa menginstall aplikasi apapun. ChromeOS Flex tidak menyediakan akses ke Google Play Store, yang memungkinkan kita menginstall aplikasi Android seperti kalau menggunakan ponsel. Juga tidak menyediakan akses ke berbagai aplikasi untuk Linux, meski ChromeOS berbasis Linux. Walhasil, yang bisa Anda install di ChromeOS Flex hanyalah berbagai extension untuk browser Chrome dari Chrome Web Store saja.

Bagaimana dengan Android? Ketimbang ChromeOS Flex, Android masih lebih layak jadi pilihan. Android seperti di ponsel? Betul. Tapi bukan Android emulator seperti BlueStacks yang biasa kita install untuk main game di Windows PC, melainkan Android sebagai OS sungguhan yang langsung diinstall di PC. Android yang semacam ini sudah ada sejak 2009 dan diberi nama Android x-86. Sayangnya, proyek pengembangannya sudah tak aktif lagi sejak 2022. Begitu juga nasib Android OS turunannya, semisal Phoenix OS dan Remix OS. Turunan Android x-86 yang sekarang masih ada dan aktif pengembangannya adalah Bliss OS. Versi terbarunya, Bliss OS 16, dirilis Oktober 2024 dan berbasis Android 13. Bliss OS hadir dengan 2 versi, yakni Bliss OS with Gapps, yang bisa mengakses Google Play Store, dan Bliss OS with FOSS apps yang bisa mengakses Google Play Store dan juga play store F-Droid (marketplace aplikasi android open source). Kesimpulannya, kalau ingin jadi maniak Android, bolehlah Bliss OS jadi pengganti Windows 10. Yang pasti, penggunaannya masih belum semudah memakai OS yang memang untuk PC desktop atau laptop : Linux atau Windows.

Linux sebagai Pengganti Windows 10

Tadi sudah sempat disebut kalau OS yang layak jadi pengganti Windows 10 adalah Linux. Kalau mau diperluas, Linux layak juga jadi pengganti Windows versi sebelumnya yang sekarang masih lumayan banyak dipakai. Bahkan kalau mau, dan sudah banyak dilakukan orang, jadi pengganti Windows 11. Atau minimal PC atau laptop dibuat dual-boot bersama Linux, dengan Windows menjadi OS ke-dua, yang dipakai seperlunya saja (seperti saat Maret lalu harus membuat SPT Pajak Tahunan pribadi yang masih harus pakai Adobe Acrobat, karena Adobe Acrobat tak punya versi Linux, sementara Coretax masih amburadul).

So, mesti pakai Linux versi berapa untuk menggantikan Windows? Upsss, stop dulu di sini. Linux bukan OS seperti Windows yang bisa diinstall langsung ke PC atau laptop. Ibarat bahan baku kue atau bahan kimia, Linux adalah biang-nya. Linux harus disulap atau diubah dulu menjadi OS yang bisa diinstall di komputer, atau terutama sekali diberi Graphical User Interface (GUI) agar cantik dan nyaman digunakan. Sama seperti dulu Microsoft memasang Windows sebagai GUI bagi MS-DOS. Linux bisa disulap menjadi Android yang dipakai di ponsel (sejak 2008) dan juga yang menjadi Android X-86 dan Bliss OS tadi. Adapun aksi menyulap Linux menjadi OS untuk desktop sudah berlangsung lebih lama, setidaknya sejak kemunculan Slackware (1993), yang disusul oleh Debian (1993 juga) dan Red Hat (1994). Red Hat belakangan memilih untuk fokus pada OS untuk enterprise dan sejak 2003 dihadirkan Fedora sebagai turunan Red Hat untuk penggunaan pada komputer pribadi.

Aksi mengubah Linux menjadi OS yang siap pakai untuk PC atau laptop disebut sebagai membuat Linux Distribution, atau biasa disingkat sebagai “Distro”. Jadi, Slackware, Debian, Red Hat, ataupun Fedora adalah distro. Sekarang ini, selain nama distro yang barusan disebut, ada ratusan distro lain yang tersedia. Sebagian besar masih aktif. Daftar lengkap distro yang beredar bisa disimak langsung di Distrowatch.com. Lewat website yang satu ini Anda juga bisa memantau berita seputar distro yang baru dirilis. Juga ada ranking distro berdasar jumlah kunjungan ke halaman info distro yang bersangkutan di Distrowatch.com, yang sering disalahartikan sebagai ranking atau peringkat popularitas distro. So, jangan ikut salah tafsir.

Pilih Ubuntu, Linux Mint, atau Fedora?

Jadi, distro Linux mana yang mesti dipilih untuk PC desktop atau laptop Anda ? Idealnya sih kita memilih distro yang paling populer. Masalahnya, tak ada statistik resmi dan pasti tentang distro mana yang paling populer sejagad, atau minimal se-Indonesia. Tapi kalau mau ikut trend berita dan review seputar Linux, nama distro yang selalu disebut sebagai distro populer adalah Ubuntu, Linux Mint, Fedora, dan Debian. Ubuntu jadi amat populer karena ketika lahir di tahun 2004, dengan Ubuntu versi 4.10, Canonical Limited –perusahaan yang mengembangkannya– membuat kampanye besar-besaran secara global untuk membuat Linux menjadi menjadi OS yang mudah digunakan bagi semua orang (user friendly) dan jadi pengganti Windows. Gebrakan itu memang ada gemanya, dan masih terus bergema sampai sekarang, tapi belum berhasil membuat orang secara massal meninggalkan Windows. Mau mengganti Windows 10 dan Windows 11 dengan Ubuntu, yang sekarang sudah versi 25.04? Silakan. Tapi simak dulu lanjutan tulisan ini.

Sebagai OS, Ubuntu tidak langsung lahir dari Linux sebagai biang-nya. Seperti Fedora yang tadi sudah disebut sebagai turunan dari Red Hat, Ubuntu lahir sebagai turunan dari Debian. Jadi install Debian saja? Tidak juga. Ubuntu lebih user friendly dari Debian. Datang ke website Ubuntu pun lebih nyaman ketimbang datang ke website Debian. Ini kalau Anda ingin menjadikan cantiknya website sang OS sebagai salah satu alasan memilih OS. Jadi pilih Ubuntu saja? Silakan. Tapi Ubuntu yang mana? Ubuntu untuk PC tak hadir hanya dengan satu macam. Ubuntu yang asli, atau original, atau induk, atau yang inti, adalah yang berlabel Ubuntu saja. Dari sang induk sudah dihadirkan 10 varian atau flavours untuk berbagai keperluan : Edubuntu, Kubuntu, Lubuntu, Ubuntu Budgie, Ubuntu Cinnamon, Ubuntu Kylin, Ubuntu Mate, Ubuntu Studio, Ubuntu Unity, dan Xubuntu. Jadi totalnya ada 11 macam Ubuntu yang bisa dipilih. Banyak pilihan bikin pusing memilihnya? Pilih saja yang original atau sang induk. Secara garis besar, yang membedakan kesebelas Ubuntu tadi adalah desktop environment (DE) yang dipakai. Yang dimaksud desktop-environment tak lain adalah paket graphical user interface (GUI) yang dipakai dan berbagai software bawaan. Ubuntu yang original memakai Gnome. Ubuntu turunannya, semisal Kubuntu, menggunakan KDE Plasma sebagai DE-nya. Tampilan Gnome konon mirip MacOS (Apple). Kalau mau, dan masih sulit melupakan Windows, tampilan Gnome bisa disulap ala Windows 10 atau Windows 11.

gnome rasa windows 11
gnome rasa windows 11

Bagaimana dengan Linux Mint, yang tadi disebut juga sebagai distro yang juga populer? Linux Mint mirip dengan 10 varian Ubuntu. Sama-sama turunan dari Ubuntu, atau cucu dari Debian. Meski begitu, saat ini Linux Mint juga sudah merilis langsung versi yang berbasis Debian, yang dirilis karena khawatir melihat sikap Ubuntu yang makin menjauhkan diri dari statusnya sebagai software open-source.

Linux Mint jadi populer karena dinilai amat sangat user-friendly dan stabil. Ke-user-friendly-an-nya hadir berkat menggunakan desktop-environment buatan sendiri bernama Cinnamon. Kalau menyimak lagi daftar 10 flavour Ubuntu tadi, Cinnamon juga sudah dihadirkan sebagai Ubuntu Cinnamon. GUI Linux Mint, yang tampil dengan start menu ala Windows pra Windows 10, membuatnya mudah digunakan oleh orang yang terbiasa memakai OS Windows. Adapun software bawaan yang paling sip pada Linux Mint adalah tool “Sistem Setting” yang sudah men-satu-atap-kan segala tools yang diperlukan untuk mengatur PC Anda. Rasanya, tool ini lebih baik dari tool “Setting” di Windows 10 atau 11, yang sampai sekarang masih harus membuat orang bolak-balik pindah dari Setting ke Control Panel. Microsoft sampai sekarang masih setengah mati menghilangkan Control Panel dan menggantinya 100 persen dengan Setting. Tapi ada juga yang bilang kalau hal itu memang disengaja oleh Microsoft dan sifatnya transisional (entah sampai kapan).

Bagaimana dengan Fedora? Bisa dibilang Fedora kini mulai menyamai Ubuntu sebagai OS untuk PC dan laptop. Terlebih lagi setelah sang induk, Red Hat, sejak 2019 diakuisisi oleh IBM. Walhasil, secara langsung maupun tak langsung, IBM tentunya menjadi perusahaan raksasa yang berada di belakang Fedora, yang skala usahanya tentu jauh lebih besar dari Canonical Limited. Sebagaimana Ubuntu, OS Fedora yang untuk PC, yang disebut Fedora Workstation, menggunakan desktop environment Gnome. Tapi mulai April 2025 ini, Fedora juga merilis versi KDE Plasma (mirip Kubuntu), sebagai 1 dari 2 desktop environment utamanya. Seperti Ubuntu juga, Fedora pun hadir dengan banyak varian atau flavour. Fedora membagi variannya ke dalam 2 kelompok : Atomic Desktops dan Spin. Yang termasuk Atomic Desktops adalah Silverblue, Kinoite, Sway Atomic, Budgie Atomic, dan Cosmic Atomic. Varian di kelompok Spin lebih banyak lagi : Xfce Desktop, Cinnamon Desktop, MATE+Compiz Desktop, i3 Tiling WM, LXQt Desktop, LXDE Desktop, SOAS Desktop, Sway Tiling WM, Budgie Desktop, Miracle Desktop, KDE Mobile Desktop, dan Cosmic Desktop. Yang jadi pembeda utama setiap varian, sama seperti pada Ubuntu, adalah desktop environtment-nya. Bakal pusing memilih yang mana? Pilih saja Fedora yang utama : Fedora Workstation dan Fedora KDE Plasma. Dan kalau harus memilih di antaranya keduanya, Fedora Workstation (Gnome) lebih oke.

linux mint
linux mint – cinnamon

Pilih Distro atau Desktop Environment?

So, kalau mau dikerucutkan, OS berbasis Linux atau distro yang bisa jadi pilihan gampang untuk menggantikan Windows 10 adalah Linux Mint, Ubuntu, dan Fedora. Atau bisa juga pilih distro berdasarkan desktop environment yang dipakai : Cinnamon, Gnome, atau KDE Plasma. Pilihan tadi dengan asumsi PC atau laptop Anda saat ini menggunakan Windows 10 atau Windows 11, alias sudah lumayan powerful processor-nya. Kalau masih pakai PC yang lebih jadul, yang masih pakai Windows 7 atau Windows versi yang lebih tua lagi, pilih distro yang menggunakan desktop environment yang ringan, yang berlabel XFCe atau LXQT, semisal Lubuntu.

Yuk, lupakan Windows…

Artikel Terkait

  1. Android Akhirnya Benar-benar Tumbangkan Windows
  2. Linux Mint
  3. microsoft perboleh install windows 11 pc jadul