Film

Invincible — Menciptakan Prajurit Nano-Mechanic di Bangkok

Keinginan militer AS untuk menciptakan prajurit super tak pernah berhenti. Setidaknya di dunia layar lebar. Captain America adalah contoh klasiknya. Tahun ini giliran Daniel Zirili, sutradara spesialis film aksi, menghadirkan ”Invincible”, film tentang proyek rahasia untuk menciptakan serum manusia super. Tak dilakukan di Amerika, riset atas prakarsa Kolonel John Taylor itu dilakukan di Bangkok, Thailand. Yang menjadi penyandang dana bukan pemerintah atau militer AS, melainkan Teska Phoenix, perusahaan swasta yang biasa mensuplai kaki dan tangan palsu, termasuk yang robotik, untuk para tentara Amerika yang cacat di medan tempur.

Usai meluncurkan produk tangan robotik terbaru, Leor Teska (diperankan Paul Kennedy), pemilik Teska Phoenix, diajak terbang ke Bangkok oleh Kolonel John Taylor (Vladimir Kulich), untuk menyaksikan uji coba pertama serum pembentuk manusia super pada manusia. Laboratorum riset di Bangkok sudah berhasil menemukan serum nano-machine, yang bila ditransfusikan ke tubuh akan mengubah manusia biasa menjadi manusia super kuat, bergerak lebih cepat, dan –yang terpenting– bisa otomatis menyembuhkan diri sendiri. Siapa manusia pertama yang jadi subyek eksperimen? Sang kolonel sudah merekayasa operasi militer palsu di Thailand yang mencederai berat pimpinan pasukannya: Brock Cortez (Marko Zaror).

Brock Cortez jadi jagoan di film ini? Tidak sepenuhnya. Yang jadi jagoan adalah Cam Devore (Johnny Strong), pengawal pribadi Leor Teska. Johny Strong dan Marko Zaror, yang sama-sama bertubuh jangkung, dikenal sebagai aktor film laga, meski tak setenar Sylvester Stallone ataupun Arnold Schwarzenegger. Cam Devore ikut hadir saat uji coba serum nano-machine. Ia juga melihat sendiri saat Brock diujicoba kekuatannya. Ketika Brock –yang masih belum sadar karena dibius– disayat lehernya dengan pisau bedah, lukanya langsung bisa sembuh, dengan didahului munculnya cairan nano-machine yang berwarna silver.

Manusia Super Mbalelo

Cam juga sudah ditampilkan di pembuka film, saat ia membereskan sekelompok preman yang mengacau acara penandatangan kerjasama antara Leor dan mitra bisnisnya. Pada kejadian itu, ia sempat tertembak di bahu. Cam menampilkan sosoknya sebagai sang jagoan di film ketika beberapa hari kemudian terjadi kekacauan di laboratorium. Saat siuman, Brock bangkit dari meja operasi dan langsung mengamuk. Ketika seorang satpam menembaknya, luka tembak langsung sembuh. Ia lantas keluar dari laboratorium setelah baku tembak dan baku hantam dengan para penjaga lainnya. Ia sempat juga bertemu dengan sang kolonel dan merasa kenal dengannya. Kolonel John Taylor melarang satpam menembaki Brock. Brock pun melarikan diri.

Leor Teska khawatir kejadian itu akan diketahui pihak lain dan merusak nama baik Teska Phoenix. Cam menenangkannya, menyuruhnya pulang ke Los Angeles, dan berjanji akan membereskan persoalan karena ia familiar dengan Bangkok. Sang kolonel pun setuju. Bagaimana Cam bisa akrab dengan Bangkok? Karena Cam pernah tinggal di sana dan punya istri di Bangkok, meski saat itu sedang dalam proses perceraian. Sang istri, Michelle Faa, diperankan oleh May Myat Noe, model dan aktris Hollywood berdarah Myanmar yang jadi Miss Asia-Pacific 2014. Sehari-hari, Michelle bekerja sebagai penyanyi di sebuah klub malam di Bangkok.

Tapi bukan hanya karena sang istri kalau kemudian Cam mau beraksi di Bangkok. Ia juga bersahabat dengan Som Preecha (Krissada Sukosol), detektif di Kepolisian Bangkok. Cam pun minta bantuan Som untuk mencari Brock. Setelah sedikit diceritakan soal Brock, Som bilang beberapa hari belakangan memang ada warganegara asing berbadan tinggi yang bikin onar di Bangkok. Brock telah membunuh sejumlah preman di pangkalan Tuk Tuk (Bajaj ala Thailand) dan membawa lari salah satunya. Brock juga telah merampas makanan dari orang-orang yang sedang makan di warung pinggir jalan. Belakangan ia juga menewaskan tukang ikan bakar yang berjualan di kawasan pelabuhan dan memakannya bareng seekor kucing liar.

Hanya dengan mengikuti jejak keonaran yang dibuat Brock, terutama setelah ia juga menembak dua polisi, Cam berhasil menemukan Brock. Mereka berkelahi di sebuah proyek gedung bertingkat dan nasib malang menimpa Cam. Brock memukulnya jatuh ke lantai bawah dan tulang punggungnya patah. Dalam kondisi sekarat, Som membawanya ke laboratorium rahasia Teska Phoenix. Pak Kolonel menawari Som untuk menyelamatkan nyawa Cam dengan menjadikannya subyek eksperimen kedua, alias diberi serum nano-machine. Setelah berkonsultasi dengan Leor dan Trevor Morgan (Michel Pare), asisten Leor yang juga sahabat dekat Cam, Som setuju Cam dipulihkan dengan serum nano-machine.

Manusia Nano-Machine Kedua

Cam bisa bugar kembali. Som amat senang. Tapi Cam baru tahu kalau ia pulih karena diberi serum nano-machine saat mencukur jenggot. Luka di dagu akibat silet cukur otomatis sembuh. Kesal, ia mendatangi Kolonel dan juga Som. Tapi keduanya meyakinkan Cam bahwa hal itu ada bagusnya, karena ia dibutuhkan untuk menangkap Brock. Lagipula, para peneliti juga sudah lebih menyempurnakan serum sehingga sejumlah efek samping yang terjadi pada Brock –membuatnya jadi liar dan suka membuat onar– tidak terjadi pada dirinya. Plus serumnya sudah dibuat sedemikian rupa sehingga bisa berintegrasi dengan sel tubuh dan jadi bersifat permanen. Sementara pada Brock, pengaruh serum hanya bisa bertahan tak terlalu lama.

Sembari terus memburu Brock, Cam Devore mencoba merajut kembali hubungannya dengan Michelle. Ia minta Michelle untuk kembali dan membatalkan rencana perceraian. Michelle tak mau karena Cam selalu hidup berdampingan dengan kematian. Tapi akhirnya, di lain hari, Michelle mau juga berbaikan dan bermesraan lagi dengan Cam. Dan Cam akhirnya bisa juga bertemu dengan Brock dan kembali mengajaknya pulang ke laboratorium. Ia memastikan Brock tidak akan dibunuh. Teska Phoenix hanya ingin memperbaiki dirinya, sekaligus menyempurnakan serum. Keduanya kembali baku hantam, baku tembak, plus baku hantam sambil baku tembak (yang sekarang jadi trend gaya berkelahi di film manusia immortal).

Jatuh bersama dari atap gedung stadion olah raga, setelah sebelumnya berkelahi di lapangan kosong di atap (khas film laga jadul), keduanya sama-sama tidak tewas. Tapi Brock berhasil melarikan diri. Cam sendiri kembali ke laboratrium dan melakukan cek kesehatan. Menurut Dr Quade (Sally Kirkland) kondisi Cam baik-baik saja. Sang dokter juga memberitahu kalau, berdasarkan hasil uji coba terhadap monyet, manusia nano-mechanic bisa tewas kalau tubuhnya terbakar hingga 40 persen. Alias panas api bisa merusak serum nano-mechanic.

Selagi Cam masih di laboratorium, Brock datang ke sana. Ia mencoba masuk dengan menyandera Dr Marshal (Sahajak Boonttanakit), yang jadi peneliti utama. Ia minta serum lagi karena sudah mulai berdarah normal lagi. Dijadikan tameng, sang dokter tertembak saat satpam laboratorium berupaya menangkap Brock. Brock terus masuk ke laboratorium dan menjumpai Cam. Cam lagi-lagi membujuk Brock agar menyerahkan diri untuk diperbaiki. Perundingan keduanya terhenti karena Michelle menelepon dan minta Cam datang ke bar. Usai bertelepon, Cam melanjutkan bujukan. Tapi Brock masih tak mau menyerahkan diri dan hanya menginginkan serum nano-mechanic.

Super Tapi Takut Api

Ketika Brock mendekat ke rak serum, Som langsung menyemburkan api ke arah Brock. Terbakar dan ditembaki, Brock menyelamatkan diri. Dan rupanya, Brock sempat mendengar percakapan Cam dengan Michelle tadi. Ia pun langsung pergi ke bar tempat Michelle menyanyi dan menculiknya. Som mendapat laporan tentang hal itu dari kepolisian dan berangkat ke bar. Setelah memastikan yang diculik adalah Michelle, Som dan Cam pergi mencari Brock. Mereka tak perlu repot kesana-kemari karena tak lama kemudian Brock menelepon dengan memakai ponsel Michelle. Ia mengajar barter serum dengan Michelle.

Cam bertemu dengan Brock di gedung kosong. Wajah Brock terlihat terbakar di sebelah kanan. Luka wajahnya berwarna merah darah bercampur warna silver logam. Cam membawa dua vial (tabung) serum nano-mechanic. Ia minta Michelle dibebaskan terlebih dahulu. Karena Brock menolak, Cam membanting satu vial. Brock pun melepaskan Michelle, dan Cam menyuruh istrinya segera pergi ke lantai bawah. Cam tak langsug menyerahkan vial yang tersisa. Ia sekali lagi mengajak Brock untuk kembali ke laboratorium. Brock tetap tak mau. Cam berjalan menaiki tangga menuju puncak gedung. Mereka pun baku hantam di area lapang dan kosong di atap gedung (lagi-lagi khas film laga jadul). Cam lebih unggul karena Brock sudah melemah nano-machine-nya. Ia melempar Brock ke deretan jerigen berisi bensin. Brock sudah tak kuat melawan dan Cam sudah menyalakan korek api.

Cam –seperti umumnya terjadi di film Hollywood– ngobrol dulu dengan Brock sebelum melaksanakan aksi final. Ia bertanya mengapa Brock bersikeras tak mau kembali ke laboratorium. Brock bilang karena ia ingin menyelamatkan anak buahnya, yang di televisi diberitakan jadi sandera kelompok bersenjata yang (di awal film) mereka serbu. Cam, yang sebelumnya telah memeriksa status kemiliteran Brock, bisa mengerti. Ia juga sudah tahu kalau Brock tidak secara sukarela menjadi subyek eksperimen. Kolonel menipunya lewat operasi militer palsu hanya untuk mendapatkan sosok prajurit tangguh untuk dijadikan subyek uji coba serum nano-mechanic. Cam tak jadi membakar Brock.

Cam diringkus dan dibawa turun dari atap gedung dengan tubuh dibungkus jaket pengikat tahanan dan dikawal pasukan bersenjata. Kolonel John Taylor tersenyum. Som senang keonaran di Bangkok berakhir. Cam dan Michelle pergi sambil berpelukan. ***


Film Credits

Pemeran : Johnny Strong, Marko Zaror, May Myat Noe, Krissada Sukosol, Michael Pare, Sally Kirkland
Sutradara : Daniel Zirilli
Studio : Pop Art Film Factory / D3 Telefilm
Genre : Aksi, Fiksi Ilmiah
Rilis : Februari 2020
Durasi : 92 menit