Explore

Condor — CIA Menebar Virus Maut Saat Idul Adha di Mekkah

Lebaran Haji atau Idul Adha mendatang, 30 Juli 2020, Mekkah dan Padang Arafah bisa dipastikan tak terlalu ramai. Terkait wabah Covid-19, tahun ini pemerintah Arab Saudi hanya membuka kuota haji maksimal untuk 10 ribu jemaah haji. Jumlah ini jauh lebih kecil dari jemaah haji tahun 2018 yang 2,3 juta orang. Dan syukurlah, pada 2018 itu para jemaah haji pulang dengan selamat. Padahal, tepat di hari Idul Adha, 10 Dzulhijah 1439 H, CIA –badan intelejen Amerika Serikat– berniat melepas virus maut dan mematikan di Mekkah. Lebih dari 2 juta orang dipastikan akan meninggal dunia. Atau kalau tidak, membawa pulang dan menularkannya di tanah air masing-masing.

Rencana CIA, atau tepatnya sejumlah oknum CIA yang anti-Islam, yang gagal untuk menghabisi jutaan umat Islam di Makkah itu, atau mungkin saat wukuf di Arafah, menjadi jalan cerita ”Condor”, film seri televisi 10 episode (Season 1) yang tayang pada 6 Juni 2018 hingga 15 Agustus 2018, atau berakhir seminggu sebelum Idul Adha 2018 (22 Agustus 2018). Dan setelah lebih hampir 2 tahun kosong, Condor Season 2, sebanyak 10 episode juga, akhirnya diproduksi dan tayang tahun 2020 ini. Episode pertamanya sudah tayang pada 9 Juni 2020. Dan tiga hari lalu, 14 Juli, penayangannya sudah sampai ke episode ke-7. Pada Season 2, film seri yang diadaptasi dari novel Six Days of the Condor (1974), karya James Grady, jalannya ceritanya sudah bukan tentang sikap dan aksi anti-Islam lagi.

Menebar Virus Maut di Washington DC

Season pertama diawali dengan kesibukan sejumlah peneliti di tenda laboratorium rahasia di gurun pasir di kawasan reservasi Indian di Navajo, New Mexico. Yang jadi koordinator riset itu adalah seorang agen CIA bernama Nathan Fowler (diperankan Brendan Fraser, pemeran Tarzan di film George of The Jungle). Laboratorium itu memproduksi virus –atau terkadang disebut bakteri– yang amat mematikan, yang disebarkan via udara bebas. Setelah rampung, virus itu langsung digunakan di tanah air sendiri, yakni dengan menebarnya di stadion footbal di Washington DC, saat berlangsung pertandingan yang dihadiri 10 ribu penonton. Yang akan melakukannya adalah Ammar Nazari, pemuda muslim warganegara AS, yang bekerja sebagai petugas kebersihan stadion.

Rencana Ammar Nazari ternyata terdeteksi oleh komputer CIA. Sudah seminggu terakhir ia diamati gerak-geriknya. Pada hari H, sang pembuat software, Joe Turner (Max Irons, pemeran utama film ini), seorang analis komputer yang bekerja di perusahaan software samaran CIA, IEP Analytics, dipanggil ke Pusat Kontra-Terorisme di markas besar CIA di Langley, Viriginia. Ia dijemput oleh sahabatnya, Sam Barber (Kristoffer Polaha), yang jadi agen lapangan CIA. Joe lantas diminta pendapatnya soal keakuratan algoritma software buatannya, sebelum CIA melakukan penangkapan terhadap Ammar Nazari. Joe mengaku tak mengerti dan sudah lupa dengan software yang ia buat dua tahun lalu itu. Lagipula software yang disebut Google X atau Google ala CIA itu dibuat bukan untuk mendeteksi teroris di AS, tapi untuk mendeteksi ancaman terhadap anggota CIA di Eropa. Banyak variabel yang harus diubah jika ingin dipakai untuk menganalisis terorisme di negeri sendiri.

Deputi Direktur CIA Reuel Abbott (Bob Balaban) tak mau mendengar alasan Joe. Ia memutuskan penyergapan terhadap Ammar Nazari harus jalan terus. Pendapat serupa dipegang pula oleh Robert Partridge (William Hurt), petinggi CIA yang pertama kali menggunakan sofwar buatan Joe untuk menganalisis data dalam negeri. Dan Bob, panggilan Partridge, tak lain adalah paman Joe Turner. Dia yang dulu merekrut Joe untuk bergabung ke CIA. Joe sendiri terbilang anak muda, sekaligus hacker, yang tidak suka dengan cara kerja CIA, terutama soal gampangnya mereka menghabisi nyawa manusia. Kalau Joe kemudian bergabung ke CIA, itu tak lain karena –lewat flashback film– pamannya memberitahu bahwa ayah Joe pun sebenarnya anggota CIA. Ayahnya –yang seperti dirinya juga anti kekerasan– tewas dalam penyamaran panjangnya sebagai seorang profesor dan dosen di Beirut, Lebanon.

Pembantaian di IEP Analytics

Keesokan harinya, televisi ramai dengan berita penangkapan Ammar Nazari.  Virus maut yang dibawanya berhasil diamankan. Robert Partridge, atau biasa dipanggil Bob, pun datang ke kantor IEP Analytics, perusahaan tempat Joe bekerja. Dan Bob adalah pendiri perusahaan samaran CIA itu. Ia mengucapkan selamat kepada para pekerja muda di sana karena software buatan mereka –yang digagas Joe– berhasil mencegah terjadinya kematian puluhan ribu penonton di stadion football. Anak-anak muda itu pun bergembira. Tapi, Bob menegaskan bahwa itu baru langkah awal. Mulai hari itu juga, ia minta mereka menyelidiki siapa pembuat virus dan harus menumpas sampai ke akar-akarnya.

Dengan menganalisis data bursa saham, Joe dan rekan-rekannya berhasil menemukan ketidaknormalan sejumlah akusisi terhadap saham perusahaan farmasi. Seorang pengusaha bernama Gareth Lloyd (Jamie McShane) membeli saham sejumlah perusahaan farmasi yang memproduksi ciprofloxacin, antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri, yang diyakini bisa mengobati virus maut yang akan ditebar di stadion football. Temuan itu langsung tersebar di lingkungan CIA dan sampai juga ke telinga Nathan Fowler. Nathan lantas menghubungi Sam Barber, dan memberitahu kalau mitra kerja mereka telah mengungkap rahasia mereka. Rahasia mereka? Ternyata, Nathan dan Sam adalah oknum CIA yang berkomplot dengan Gareth dalam membuat virus maut. Keduanya lantas berkoordinasi dengan petinggi CIA yang jadi dalang konspirasi, yang tak lain dan tak bukan –bisa diketahui di episode-episode pertengahan — adalah Depurti Direktur CIA Reuel Abbott.

Langkah yang diambil para konspirator itu adalah menghabisi seluruh karyawan IEP Analytics, yang kantornya berada di Georgetown, Washington DC. Malam harinya, Sam tidak bisa tidur memikirkan sahabatnya, Joe, harus ikut dihabisi. Keesokan harinya, dengan menugaskan Gabrielle Joubert (Leem Lubany) dan Deacon Mailer (Angel Bonnani), dua pembunuh bayaran yang mantan agen CIA, sebelas karyawan IEP Analytics dibantai habis. Joe Turner, untungnya, berhasil meloloskan diri. Episode pertama pun berakhir. Di episode berikutnya, Sam menolong Joe saat disergap Gabrielle dan Deacon. Tapi Sam ditembak mati Gabrielle. Sebelum tewas, Sam sempat menceritakan kalau dirinya terlibat dalam konspirasi virus maut.

Bob senang saat tahu keponakannya berhasil lolos. Bob pun ditunjuk untuk membentuk satgas gabungan antara CIA dan lembaga penegak hukum federal lainnya, yang ditugasi mengusut pembantaian di IEP Analytics. Kantor bekas IEP Analytics pun djadikan markasnya. Belum sempat bekerja, Abbott menyingkirkan Bob dan menggantinya dengan Marty Frost (Mira Sorvino), agen senior CIA yang dulu pernah digusur dari jabatan oleh Bob. Meski tak terlibat lagi, Bob berhasil memasukkan Sharla Shepard (Christina Moses), anggota FBI yang jadi pacar lesbian salah satu karyawan IEP, dan menjadikannya mata-mata di dalam satgas. Tapi diluar dugaan Bob, Marty mengumumkan ke media massa bahwa Joe Turner adalah orang yang bertanggung jawab atas pembantaian dan harus ditangkap. Misi utama satgas pun berubah jadi memburu Joe Turner.

Virus Maut Masuk Arab Saudi

Setelah menghindar kesana-kemari, Joe akhirnya datang ke rumah Kathy Hale (Katherine Cunningham), pengacara cantik yang ia kenal lewat aplikasi kencan Tinder. Apesnya, saat ia berada di sana, berita tentang dirinya sebagai buronan muncul di televisi. Ia pun terpaksa menyandera Kathy. Setelah sempat melawan terus, Kathy akhirnya mau membantu Joe. Sayangnya, keberadaan mereka diketahui Gabrielle, pembunuh bayaran yang diperintahkan menuntaskan pekerjaannya. Gabrielle adalah mantan agen Mossad yang tangguh dan kini bekerja di CIA. Di malam sebelum ia dan Deacon menghabisi karyawan IEP Analytics, ia sempat berkenalan dengan Joe di sebuah bar dan akhirnya bermalam di apartemen Joe.

Tak hanya Gabrielle yang tahu keberadaan Joe, satgas pun tahu setelah memeriksa ponsel Joe yang tertinggal di kantor IEP Analytics. Di ponsel itu, percakapan Joe dengan Kathy masih terseimpan di aplikasi Tinder. Dengan menggunakan otoritas CIA, satgas memaksa Tinder memberikan data dan alamat Kathy. Penyerbuan pun disiapkan. Sebelum berangkat, Sharla sempat memberitahu Bob kalau Joe ada di rumah Kathy. Bob pun menghubungi Joe via ponsel Kathy. Walhasil, ketika satgas tiba di rumah Kathy, Joe dan Kathy sudah pergi bersembunyi ke rumah tetangga. Satgas hanya berjumpa dengan Gabrielle. Gabrielle mengaku sebagai anggota satgas juga, tapi belum pernah datang ke markas. Ketika dikonfirmasi ke CIA, suara Nathan terdengar membenarkan.

Sementara satgas terus memburu Joe, para konspirator mulai menjalankan tahap kedua rencana mereka. Yakni, membawa virus maut ke Arab Saudi dan akan dilepaskan tepat di puncak ibadah haji atau saat Idul Adha. Virus berhasil masuk ke Arab Saudi –dan bebas inspeksi– karena dibawa seroang diplomat yang jadi mitra konspirasi. Deacon Mailer, salah satu pembunuh bayaran, lantas diberangkatkan ke sana untuk ikut pergi haji. Kebetulan, sebagai mantan tentara yang ikut Perang Irak, ia pernah ditawan milisia Sunni dan dikisahkan sudah masuk Islam dan punya nama Ibrahim Sahaar. Sebelum melancarkan aksi finalnya, ia sempat menggunakan virus untuk membunuh pakar senjata kimia Saudi bernama Abu Said di sebuah hotel mewah di Riyadh. Saat sudah berada di tenda haji di Mekkah, ia juga sempat bertemu dan membunuh Ibrahim Salah, pemimpin milisia Sunni yang dulu menyanderanya.

Konspirasi Kacau Balau

Selagi media massa terus digiring CIA untuk percaya bahwa Joe adalah dalang pembantaian, Caleb Wolfe, seorang hacker buronan FBI, menebar video di media sosial yang mengungkap bahwa IEP Analytics adalah perusahaan milik CIA. Artinya, CIA sendirilah yang membantai kawan-kawannya sendiri dan bukan Joe Turner. Setelah diselidiki, Caleb adalah teman Joe sewaktu kuliah, dan sama-sama anti CIA dan aksi kekerasan terselubung yang dilakukan pemerintah. Joe akhirnya bisa bertemu dengan sahabat lamanya itu dan mengetahui kalau Caleb mendapat bocoran informasi dari Elden Loramer (Jean-Michel Le Gal), atasan Sam Barber, yang diceritakan sudah terbunuh sebelum kasus Joe muncul. Caleb Wolfe akhirnya terbunuh ketika Gabrielle menggerebek markasnya, tapi ia tak membunuh Joe, karena kontrak membunuh Joe sudah dibatalkan. Ia menyandera Joe dan menyuruhnya menyetir mobil. Di tengah jalan, Joe membuat mobil yang dikemudikannya terguling dan jatuh di kolong jembatan. Joe hidup dan melarikan diri. Ia membiarkan Gabrielle pingsan.

Kelompok konspirator sendiri makin kacau ketika Gareth Lloyd kembali bikin ulah. Ia mempresentasikan barang dagangan terbarunya kepada para petinggi Pentagon, yakni drone yang bisa dipakai menebar ciprofloxacin, jika terjadi serangan wabah virus maut. Bagi Nathan, ulah Lloyd sama saja dengan mengungkap konspirasi yang mereka lakukan. Ia lantas mendatangi Lloyd dan membunuhnya. Merasa konspirasi sudah kacau balau, termasuk karena pembicaraannya dengan Elden Loramel ternyata direkam oleh istri Elden, ia pun akhirnya bunuh diri. Dan di hari-hari itu pula, pasukan khusus yang diutus Bob berhasil menemukan Abu Said yang dalam kondisi sekarat karena virus maut. Penyerbuan dilakukan setelah CIA menemukan rekaman video Said bertemu Ammar Nazari. Said membantah kenal Ammar. Ammar hanya orang yang duduk di kursi sebelahnya di bandara. Bob berkesimpulan video itu palsu. Dan karena Said sedang sekarat akibat terjangkit virus maut, ia juga yakin kasus Ammar hanya rekaan belaka. Dan ia tahu siapa dalangnya: Deputi Direktur Leuer Abbot.

Bob lantas mendatangi Abbot. Abbot mengakuinya. Bob mengancam akan menghabisi Abbot jika tidak menghentikan perburuan terhadapat Joe Turner. Abbot memerintahkan penghentian pengejaran terhadap Joe dan karena itulah Gabrielle tak membunuh Joe. Bob juga minta Abbot membatalkan rencana penyebaran virus saat Lebaran Haji. Abbot bilang sudah tidak mungkin lagi. Setelah didesak, ia bilang kalau hanya Gabrielle Joubert, si mantan anggota dinas rahasia Israel, satu-satunya orang yang bisa dan mampu menemukan Deacon Mailer di Arab Saudi. Gabrielle pun diutus ke sana. Ia berhasil menemukan Deacon ditengah keriuhan Labbaika Allahuma Labbaik. Deacon bisa ditamatkan. Rencana penyebaran virus atau bakteri maut saat Idul Adha pun berhasil digagalkan.

Joe Turner Mengembara ke Eropa

Enam bulan kemudian Joe Turner terlihat berada di Venesia, Italia. Ia memutuskan untuk meninggalkan dunia CIA. Gabrielle rupanya mengetahui keberadaannya. Ia menelepon Joe dan berpura-pura akan menghabisi pacar Joe yang baru. Joe berlarian ke kafe tempat pacar sedang kongkow bersama teman-temannya di kawasan alun-alun kota. Tapi rupanya Gabrielle hanya bercanda. Ia menelepon Joe dan mengucapkan selamat menikmati hidup barunya. Joe sempat menanyakan lagi mengapa Gabrielle tak membunuh dirinya. Gabrielle bilang ia lebih suka menjaga profesionalitas dirinya pribadi daripada harus melindungi lembaga tempatnya bekerja yang penuh pengkhianat dan orang korup. Ia juga berterimakasih Joe tidak membunuhnya saat mobil terguling di kolong jembatan.

Dua tahun kemudian Joe masih berkeliling Eropa. Pindah dari ke kota. Ketika berada di Budapest, ibukota Hongaria, Bob berulangkali menelpon tapi tak pernah ia hiraukan. Ia sudah muak dengan pamannya yang mendorongnya masuk CIA. Tak lama setelah telepon pamannya yang terakhir, Mae Barber (Kristen Hager) –istri almarhum Sam Barber– menelepon dan memberitahu kalau Bob meninggal bunuh diri. Bibinya, Lily Partridge (Kate Vernon), sangat berharap Bob bisa pulang. Setelah Mae, teleponnya berdering lagi dan ada panggilan dari nomor Bob. Ketika diangkat, suara yang terdengar adalah suara Abbot. Setelah menceritakan soal kematian Bob, Abbot bertanya apa saja yang diobrolkan Joe dan Bob di hari-hari terakhir. Joe bilang mereka tak bicara apapun karena ia tak menjawab telepon Bob. Meksi begitu ia mengaku didatangi seorang agen Rusia yang mengaku disuruh Bob dan meminta Joe mengantarnya untuk membelot ke Amerika. Abbot menyuruh Joe membawa agen itu ke Amerika sekaligus pulang untuk menghadiri pemakaman Bob. Abbot juga mengutarakan kekesalannya pada Joe yang telah meng-hack akun banknya dan mengambil sebagian uang miliknya.

Memburu Pembunuh Uncle Bob

Joe pulang ke Amerika bersama agen Rusia. Baru ke luar bandara, mereka sudah diserang orang tak dikenal. Agen Rusia diculik, Joe dibiarkan. Joe pun tak peduli. Ia sendiri, setelah menginap di rumah Mae Barber, datang lebih awal ke rumah pamannya untuk meminjam jas Bob untuk menghadiri pemakamanan. Ditinggal sendiri oleh bibinya, Joe menyempatkan diri masuk ke kamar kerja Bob. Setelah memeriksa sana-sini, dan juga karena sudah diyakinkan bibinya bahwa Bob tidak bunuh diri, Joe menemukan seberkas dokumen yang disembunyikan pamannnya. Ia melihat banyak foto orang-orang CIA yang tak dikenalnya, bersama foto agen Rusia yang datang bersamanya ke Amerika. Lagi asyik membaca dokumen itu, kepalanya dipukul seseorang. Ia pingsan. Berkas dokumen diambil. Joe terbangun saat rumah sudah ramai didatangi tamu yang menyelawat. Rupanya upacara pemakaman telah selesai.

Joe melihat para tamu yang kebanyakan rekan-rekan Bob di CIA. Beberapa di antara mereka dikenali Joe sebagai orang-orang yang ada di dokumen rahasia pamannya. Joe jadi teringat kembali ucapan bibinya –yang merupakan adik ibunya– bahwa Bob tak mungkin bunuh diri. Joe pun tergoda untuk melakukan investigasi.

Kisah Joe versi ”dua tahun kemudian” ini adalah kisah yang mengawali film Condor Season 2, yang baru dirilis pada Juni 2020 lalu. Akankah Joe benar-benar melakukan investigasi? Silakan tonton langsung film seri-nya. ***


Film Credits

Pemeran : Max Irons, William Hurt, Brendan Fraser, Bob Balaban, Leem Lubany, Angel Bonanni, Christina Moses, Mira Sorvino, Kristen Hager, Kate Vernon, Kristoffer Polaha
Sutradara : Andrew McCarthy, Jason Smilovic, Lawrence Trilling
Studio : Apophasis Unproductions / MGM Television
Genre : Aksi, Intelijen, Drama
Rilis : 2018-2020, 2 Season, 20 episode
Durasi : 42 menit